Sabtu, 05 Desember 2015

Random

Orang bilang, wanita seharusnya disayangi, bukan menyayangi.
Orang bilang, wanita seharusnya dikasihi, bukan mengasihi.
Orang bilang, wanita seharusnya disantuni, bukan menyantuni.

Tapi, bagaimana bisa kita disayangi jika rasa sayang itu sendiri tidak ada di dalam hati kita?
Bagaimana mungkin kita bisa disegani tanpa adanya rasa segan itu sendiri dalam diri kita?

Aku adalah salah satu dari segelintir wanita yg lebih memilih untuk menyayangi, mengasihi, dan menyantuni.
Aku lebih menyukai memberi, bukan diberi.

Bukankah perasaan kasih, dan sayang adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa?
Dan seharusnya hal itu dimanfaatkan dengan baik.
Bukan hanya untuk wanita, tetapi untuk seluruh insan manusia.

Bayangkan, betapa indahnya hidup ini jika semua manusia menuntut untuk saling memberi, saling mengasihi tanpa mempedulikan kondisi orang lain?
Bayangkan, betapa manisnya seyum setiap insan apabila kita saling memberikan senyuman, dan kasih sayang tulus kepada  mereka?

We will make this world to a better place. For sure.

Selasa, 01 Desember 2015

Surat untuk sosok di ujung jalan (2)

Selamat malam, Tuan.
Sudah lama aku tidak menyapamu dalam tulisan.
Kali ini aku akan menuliskan sebuah surat lagi untukmu, sosok di ujung jalanku.

Tuan...
Apa sampai saat ini kita masih belum pernah bertemu?
Apa mungkin kau justru orang dari masa laluku?
Ataukah selama ini kau ada di dekatku?
Sungguh, aku penasaran dengan sosokmu, Tuan.

Aku membayangkan bagaimana kelak kau akan kucintai dengan seluruh hati dan jiwaku,
bagaimana kelak aku akan dengan senang hati membiarkanmu menuntunku,
bagaimana kelak aku akan melayanimu, menjadi makmum untukmu,
bagaimana kelak kau akan menjadi orang yang kupilih sebagai imamku,
bagaimana kelak ridhomu adalah suatu hal yang haq bagiku,
bagaimana kelak kita akan saling menguatkan, mengingatkan, serta menjadi pasangan yang mendapat rahmat-Nya.

Tuan...
Masihkah kau disana, berdoa dan berusaha memantaskan diri untukku?
Tidak lelah aku mengingatkanmu untuk selalu berusaha dan berdoa meminta ridho-Nya agar kita segera dipertemukan.
Aku mungkin tidak mampu mengingatkanmu secara lisan, bahkan mengetahui sosokmu saja tidak.
Tapi ketahuilah, kau selalu kusebut dalam setiap perbincanganku dengan-Nya.

Tuan...
Sudahkah kau merasa siap untuk bertemu denganku?


Uhibbuka Fillah, Yaa Zauji :)

Rabu, 18 November 2015

For every pain

Banyak hal bisa berubah secara drastis dalam jangka waktu 2 tahun. Termasuk, hubungan kasih sayang antar orang-orang yang sangat berarti di dalam hidup kita.
Luka dan sakit yang kualami meninggalkan perasaan trauma dan ketidak yakinan akan menjalani sebuah masa depan.
Tidak jarang aku hanya bisa menangis dalam diamku dan meneteskan air mata tanpa sadarku.
Tetapi satu hal yang aku tau, perasaan itu telah merusak jiwa dan ragaku.

Tanpa aku sadari, aku mulai bersikap over-excited dan tertawa akan hal-hal bodoh yang sebenarnya tidak patut ditertawakan.
Tapi tidak apa-apa, mereka pun tidak menyadarinya.
Akupun mulai acuh akan segala pemikiran yang berkecamuk dalam jiwa dan pikiranku.
Dan perlahan-lahan perasaan itu mulai menggerogoti segala sumber energiku.
Sampai pada akhinya aku sadar, aku sudah kalah. 

Aku kalah dengan segala cobaan yang telah diberikan kepadaku.
Aku mulai tidak percaya akan apapun, manusia, cinta, persahabatan, bahkan kekeluargaan.
Buat apa ada itu semua jika pada akhirnya, kamu hanya bisa bercengkrama, berbisik pada dirimu sendiri?
Karena pada akhirnya, semua orang akan meninggalkanmu.
Dan kamu, selalu dituntut untuk tegar, dan tidak menggubris segala trauma dan sakit yang sudah menancap pada jiwamu.

Aku mulai meragu pada masa depanku.
Adakah orang yang sanggup menerimaku dengan tulus, tanpa melihat latar belakang, masa lalu, dan sanggup menuntunku berdiri tegak dengan semua rasa takutku?
Bagaimana bisa orang menerimaku yang pola 'dasar'nya saja tidak utuh?

Aku mulai kalah dengan kebencian.
Karena tanpa kusadari, aku mulai membenci orang itu, seseorang yang telah merenggut semua bahagiaku.
Aku mulai membenci semua orang yang mencampakkan, merebut, menginjak-injak suatu dasar dari kehidupanku.

Maafkan aku, Ya Rabb...
Aku masih jauh dari kata 'ikhlas', dan tegar menerima segala cobaan dari-Mu.
Aku masih sering menuntut keadilan disaat Engkau menerpaku dengan berbagai cobaan.
Tak jarang aku menyalahkan-Mu, ya Rabb....
Menyalahkan-Mu yang sudah memberiku cobaan yang jauh diluar kemampuan hati dan jiwaku.

Maafkan aku, Ya Rabb...
Selalu meminta-Mu meminjamkan sedikit saja kekuatan milik-Mu untukku.
Tegarkan aku, Ya Rabb...
Karena pada akhirnya aku sadar, tidak ada yang pasti di dunia ini, dan segala kepastian hanya milik-Mu.

Semoga Engkau selalu melindungi dan meridhoi segala perjalanan hidupku. Aamiin.