Rabu, 10 Februari 2016

When you fall in love

Beberapa waktu yang lalu, aku menemukan tulisan dari salah seorang wanita dari salah satu akun media sosialnya, dan maaf, aku tidak bisa mengingat dia siapa. Tetapi, yang aku tau, tulisannya sangat jujur, dan sangat menggambarkan diriku ketika aku sedang jatuh cinta,

And here it is.
Sekali lagi aku ingatkan, ini bukan tulisan aku, aku hanya menuliskannya kembali disini.
.
.
.
.
What perks of dating me?

No perks, I'm a mess.
Can't even offer you stability, 'cause my happiness lies in misery.
One thing for sure is that when I love, I would fall in the cheesiest and most childish way possible.

I would remember precisely how you smell, or how your eyes dance when you laugh. I would write angsty poems about you every single day. I would play imaginary conversations and scenario with you in my head every single night.

We could talk about your favorite books or series all day, we could share weird jokes all night. We could make a perfect duet band.

I would secretly fix your works when you're not there and trust me, I'd do it well. I could write 100+ fun facts and trivias about you.

I would repress all the negative emotions I have towards you.

And the best thing is that for me, dating is one thing, loving is another. You don't have to date me to own my love.

Rabu, 27 Januari 2016

who remains?

Hari ini aku kembali diperingatkan akan satu hal, satu hal yang sering kali aku khilafkan, dan satu hal yang sering kali aku lakukan diluar alam sadarku.

Bahwa,
pada akhirnya,
only Allah remains...

Seringkali kita tanpa sadar menggantungkan diri dan asa kepada sesama manusia, akupun begitu. Ya, mungkin karena pada dasarnya, aku bukan orang yang mudah untuk percaya terhadap orang lain, maka ketika aku sudah mulai percaya, aku bisa sangat amat bergantung pada orang tersebut. 

Tapi ada satu hal yang kita lupa untuk mengingatnya,
People change.
Ya, mungkin mereka tidak bermaksud untuk berubah. Tapi, tuntutan hiduplah yang secara tidak langsung memaksanya untuk berubah. Jika dulu kita bisa dengan santainya menegur mereka, atau bahkan mendatanginya saat kita membutuhkan a shoulder to cry on, sekarang tidak seperti itu lagi. 'Teman' itu suatu saat akan sibuk dengan kehidupannya, atau mungkin dengan keluarga barunya, bahkan dengan pekerjaan barunya, sehingga waktu yang dulu mereka gunakan untuk sekedar membalas pesan kita, berbincang ketika sedang luang, pun semakin singkat, hingga akhirnya secara tanpa sadar, kita sudah tidak ada lagi di dalam circle life mereka.

Akupun mengakui, semakin bertambah umur, akan semakin sedikit orang yang bisa kita ajak untuk berbicara, saling bertukar pikiran satu sama lain tanpa harus menjudging siapa yang benar ataupun siapa yang salah. Akupun merindukan hal itu, berbicara tanpa ujung dengan orang yang open minded, dan sangat terbuka tanpa pernah mengajak atau menghasutku untuk menghakimi sebuah permasalahan. Sehingga ketika semakin dewasa, ketika kita menemukan orang seperti itu, kita akan sangat tertarik untuk menghabiskan setiap saat untuk berbincang dengannya, dan kemudian, secara tidak sadar kita sudah bergantung dengannya.

Tapi apa yang bisa lakukan ketika orang tersebut mulai sibuk dengan urusannya masing-masing, dan mulai mengesampingkan kita?
Nothing.
Simply because life is go on, dan kembali lagi pada pernyataan diatas, semakin dewasa, semua orang akan sibuk dengan urusannya masing-masing.
Tapi bukan berarti mereka sudah menghapus kita di dalam hidupnya, mereka 'hanya' mengesampingkan kita, untuk kehidupan pribadinya. Apakah salah? Tidak.

That's why, jika kamu sudah menemukan 'sahabat' seperti itu di dalam hidupmu, treasure him/her well, dan ketika semuanya terlihat sangat berat and you have no one to cry with, remember, in the end, only Allah remains....